RS : Kamu mengutip seniman abstrak Kim Whan-Ki baru-baru ini "Saya orang Korea, dan Saya tidak bisa melakukan apapun selain berbahasa Korea. Saya tidak bisa melakukan apapun selain ini, karena saya orang luar" Kamu bilang itu adalah hal utama yang kamu pikirkan belakangan ini. Bagaimana ide itu berlaku untuk pekerjaan kamu?
RM : Begitu banyak musik pop dan hip-pop yang saya dengarkan berasal dari Amerika. Tapi, bagi saya sebagai orang Korea, kami memiliki karakteristik kami sendiri dan semacam identitas lokal. Saya tidak bisa menjelaskannya dengan baik, tapi ada beberapa karakteristik yang kami miliki sebagai orang Korea, atau mungkin orang timur. Jadi kami coba menggabungkan kedua hal itu menjadi satu, dan saya rasa kita menciptakan genre baru. Beberapa orang menyebutnya K-Pop, beberapa orang mungkin bilang BTS, atau musik gabungan Timur-Barat, tapi saya rasa itulah yang kami lakukan. Jika kamu tahu tentang jalur sutra di masa lalu, ada pemikiran orang timur dan orang barat yang bertemu di semacam jalan besar dan mungkin melakukan jual beli barang. Saya pikir cerita ini berulang, dan beberapa jenis fenomena baru yang menarik sedang terjadi. Kami merasa sangat terhormat berada di tengah badai besar ini.
RS : There’s so much great Korean hip-hop, including your early heroes Epik High, who are still active. What did you hear in it early on, and what do you hear in it now?
RM : There’s always a process of when something new comes into another culture, where the identity gets transformed and it changes and adapts to this new place. Obviously, there are differences between Korea and the United States that affect the music. For example, Korea is not a multiethnic country like the United States. So there are different sensitivities that are underlying the music. Korean rappers of course have their own unique and different lyricism, their own situations and hardships that they fit into the process. As a Korean, obviously, these are the things that resonate with me. Obviously, there’s a saying there’s nothing new under the sun. So especially for people like us, in the margins of the world, so to speak, we think about how can we transform this and how can we make this our own. So these are the things that I think about when I try to balance the inspiration of Korean and American rappers. And, I think, now though, there’s a convergence of all genres of music.
RS : Ada begitu banyak artis Korean Hip-pop, salah satunya yang terdahulu ada Epik High, yang masih aktif. Apa yang kamu dengar sejak awal, dan apa yang kamu dengar sekarang?
RM : Selalu ada proses ketika sesuatu yang baru datang ke budaya lain, yang mana identitas bertransformasi dan berubah, serta beradaptasi dengan tempat baru. Jelas, ada perbedaan antara Korea dan AS yang mempengaruhi musiknya. Misal, Korea bukanlah negara multietnis seperti AS. Jadi ada kepekaan yang berbeda yang mendasari musik. Rapper Korea memiliki lirik yang unik dan berbeda, situasi dan kesulitan yang mereka cocokan dalam prosesnya. Sebagai orang Korea, tentu saja, ini hal-hal yang sesuai dengan saya. Ada pepatah yang mengatakan tidak ada yang baru dibawah matahari. Khususnya bagi orang-orang seperti kita, dipinggiran dunia, kita bisa bilang, kita berpikir tentang bagaimana kita bisa mengubah ini dan bagaimana kita bisa menjadikannya milik kita. Ini adalah hal-hal yang saya pikirkan ketika saya mencoba menyeimbangkan inspirasi rapper Korea dan AS. Menurut saya, sekarang, ada kovergensi dari semua genre musik.
RS : When BTS first started, there was this conflict in some people’s minds and in your own between the idea of being a rapper or being an idol, which we’d call a pop star. This is obviously something you’ve addressed in song. Maybe you can explain a little about that conflict and why it seemed so important at the time?
RM : When I was young, I wanted to be a writer of prose and poetry, and then I found rap. And a lot of what I wanted to do went into the music. And, yes, there was this idea of being a pure artist or a pure rapper. So in the beginning, it is true that when we were debuting as a pop act, there were times when I had to sort of reorganize my identity and then reflect on what my identity is. And at the beginning we didn’t see positive results. We didn’t have a lot of fans. We didn’t have great results. There were some times when we were mocked. So it is true that it took some time for that identity to develop and settle itself. But, you know, whether it’s rap or pop music, or whatever it is, it is another method for me to show my mind and express my voice, and having that resonate with people. So a lot of that conflict resolved itself. And I think things today are very different from what they were like in 2013, because even though there’s still a lot of discussion about what is pure, what is authentic, what is sincere, what’s an artist, what’s a pop musician, those boundaries have become less and less meaningful. As long as I can show what I’ve written, it’s valid as the continuation of my dream and what I always wanted to do.
RS : Ketika awal-awal BTS, ada konflik di benak beberapa orang dan di antaranya adalah pemikiran tentang rapper atau idol, yang disebut Pop Star. Ini juga sesuatu yang kamu bahas di dalam lagu. Mungkin kamu bisa jelaskan sedikit tentang konflik itu dan mengapa itu tampak begitu penting saat itu?
RM : Dulu, saya ingin menjadi penulis prosa dan puisi, dan kemudian saya menemukan Rap. Banyak hal yang ingin saya lakukan mengarah ke musik. Dan, ya, ada pemikiran tentang menjadi artis atau rapper. Awalnya, ketika kami debut sebagai artis pop, ada kalanya saya harus mengatur ulang identitas saya dan kemudian menggambarkan identitas saya. Pada awalnya kami tidak melihat hasil yang positif. Kami tidak memiliki banyak penggemar. Kami tidak mendapatkan hasil yang bagus. Ada kalanya kami di ejek. Butuh waktu agar identitas itu berkembang dan menetap. Tapi, tahukah kamu, apakah itu musik rap atau pop, atau apa pun itu, itu adalah metode bagi saya untuk menunjukan pikiran dan mengekpresikan suara saya, dan beresonansi dengan orang-orang itu. Banyak konflik itu yang terselesaikan dengan sendirinya. Saya rasa banyak hal hari ini sangat berbeda dari tahun 2013, meski masih banyak diskusi tentang apa yang murni, apa yang otentik, apa yang tulus, apa itu artis, apa itu musisi pop, batasan-batasan itu menjadi semakin tidak berarti. Selama saya bisa menunjukan apa yang saya tulis, itu valid sebagai kelanjutan dari mimpi saya dan apa yang selalu saya inginkan.
RS : It feels like BTS really found itself around the time of Most Beautiful Moment of Life. That’s where everything came together. How do you look back on that time?
RM : Despite the name, Most Beautiful Moment in Life, that was actually a very tumultuous period for me and for us. There was the tough image we had in 2 Kool 4 Skool, in those early stages, a sort of exaggerated expression of toughness and that angst. And then we sort of slowed down a little bit and tried to express the emotions of young people who have really nothing more than dreams. It was a more honest sort of expression, and we witnessed how it was resonating with a lot of people. There was some confusion because this was something new, and we were showing ourselves to be more vulnerable, more delicate, which was very different. But we realized that it was meaningful, and as we went forward to the Love Yourself series, we started to discover that more and more as we continued.
RS : Rasanya seperti BTS benar-benar menemukan dirinya sendiri seperti album "The Most Beautiful Moment Of Life". Disitulah semuanya menjadi satu. Bagaimana kamu melihat ke masa lalu saat itu?
RM : Terlepas dari namanya, Most Beautiful Moment in Life, sebenarnya itu adalah periode yang sangat kacau bagi saya dan para member. Citra yang kuat yang kami miliki di album pertama 2 Kool 4 Skool, semacam ekpresi ketangguhan dan kecemasan yang berlebihan. Kemudian, kami coba melambat dan coba mengekspresikan emosi anak muda yang tidak memiliki apa-apa dan hanya bermimpi. Itu adalah ekspresi yang jujur, dan kami menyaksikan bagaimana itu beresonansi dengan banyak orang. Ada beberapa kekeliruan, karena ini adalah sesuatu yang baru, dan kami menunjukkan diri kami yang rentan, lebih lembut, dan sangat berbeda. Tapi, kami menyadari bahwa itu bermakna, dan saat kami melanjutkan ke seri Love Yourself, kami mulai menemukan semakin banyak dan kami melanjutkannya.
RS : I know that many fans don’t see BTS as part of K-pop. And you, yourselves, have said that “BTS is the genre.” How do you see it?
RM : That’s a very important debate. Because what they call K-pop, that genre is expanding very fast. For example, some so-called K-pop groups have only foreigners, from Europe, India, China, like, everywhere. There are no Korean members, but they do the K-pop thing, they’re switching the parts, and so on. BTS is expanding very fast as well. And K-pop is now so wide. Somebody could say that K-pop is for Koreans who sing a Korean song. That could be K-pop. But what about “Dynamite”? We sing the song in English. But we’re all Koreans, so somebody may say it’s a K-pop song. Or they may say it’s just a pop song, because it’s in English. But we don’t actually really care about whether people see us as inside or outside K-pop. The important fact is that we’re all Koreans, and we’re singing a pop song. So that’s the reason why we said that our genre is just BTS. That debate is very important for the music industry, but it doesn’t mean very much for us members.
RS : Saya tahu bahwa banyak penggemar tidak melihat BTS sebagai bagian dari K-Pop. Dan kamu sendiri, pernah bilang kalau "BTS adalah genre". Bagaimana kamu melihatnya?
RM : Itu adalah debat yang sangat penting. Karena apa yang mereka sebut K-Pop, genre itu telah berkembang sangat cepat. Misalnya, beberapa yang disebut grup K-Pop hanya memiliki orang asing, dari Eropa, India, Cina, seperti itu dimana-mana. Tidak ada orang korea, tapi mereka melakukan hal yaitu K-Pop, mereka mengganti bagian dan sebagainya. BTS berkembang sangat cepat juga. Dan K-Pop sekarang sangat luas. Bisa dibilang K-Pop itu untuk orang korea yang menyanyikan lagu Korea. Itu K-Pop. Tapi bagaimana dengan 'Dynamite'? Kami menyanyikan lagu itu dalam bahasa inggris. Tapi kami semua orang Korea, jadi ada yang bilang itu lagu K-Pop. Atau mungkin mereka bilang itu lagu Pop, karena itu lagu bahasa inggris. Kami sebenarnya tidak terlalu peduli, apakah mereka melihat kami sebagai di dalam dan di luar K-Pop. Fakta pentingnya adalah kami semua adalah orang Korea, dan kami menyanyikan lagu Pop. Jadi itulah alasan mengapa kami bilang genre kami hanya BTS. Debat itu sangat penting bagi industri musik, tapi tidak terlalu penting bagi kami para members.
RS : What music really changed your idea of what’s artistically possible?
RM : I started with Nas, Eminem, the golden age of hip-hop. And the turning point was Drake, in 2009, when he released Thank You Later. That album was kind of shocking for me because it was kind of a freaky thing that a rapper actually sang. So after that a lot of rappers began to sing, deciding to put the melodies into their songs across the genres, between raps and melody. So, yeah, that was the moment.
RS : Musik apa yang benar-benar mengubah pemikiran kamu tentang seni?
RM : Mulanya Nas, Eminem, itu adalah masa-masa keemasan Hiphop. Dan titik baliknya adalah Drake, tahun 2009, ketika dia merilis 'Thank you later'. Album itu cukup mengejutkan saya, karena itu adalah hal aneh yang dinyanyikan oleh seorang rapper. Setelah itu, banyak rapper mulai bernyanyi, memutuskan untuk memasukkan melodi ke dalam lagu mereka di berbagai genre, antara rap dan melodi. Jadi, ya, itulah momennya.
RS : When you rapped that your “shadow … is called hesitation,” what did you mean by that?
RM : It can be called hesitation or cautiousness, but, I think, there is a form of hesitation that prevents you from taking risks and prevents you from challenging yourself.
RS : Ketika kamu nge-rap "shadow … is called hesitation,” apa yang kamu maksud dengan itu?
RM : Itu bisa disebut keragu-raguan atau kehati-hatian, tapi, menurut saya, ada bentuk keragu-raguan yang mencegah kamu mengambil resiko dan mencegah kamu menantang diri sendiri.
RS : I know you motivated the members by saying that your grandkids might watch your Grammys performance someday. Is that something you think about often?
RM : It gives me a lot of goosebumps sometimes that our every moment leaves traces online where everyone can see them. So, yeah, I think that helps us keep motivated.
RS : Saya tahu kamu memotivasi para member dengan mengatakan bahwa cucu kamu mungkin akan menonton penampilan Grammy kamu suatu hari nanti. Apakah itu sesuatu yang sering kamu fikirkan?
RM : Terkadang membuat saya merinding karena setiap momen kami meninggalkan jejak online di mana semua orang dapat melihatnya. Jadi, ya, saya pikir itu membantu kami untuk tetap termotivasi.
RS : Some film actors have a saying, “Pain is temporary. Film is forever.”
RM : LIFE IS SHORT. ART IS FOREVER
RS : Beberapa Aktor film bilang "Rasa sakit itu sementara. Film itu selamanya"
RM : HIDUP ITU SINGKAT, SENI ITU SELAMANYA
Komentar
Posting Komentar